DPRD Kutim

Komisi B Anggap PPDB Bermasalah, Leni Anggraeni: Jadi Polemik Kita Semua

NUSASATU, KUTIM – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kutai Timur (Kutim) kembali bermasalah. Nyaris setiap tahun, over kapasitas dan zonasi menjadi penyebabnya. Hal ini ditegaskan Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Leni Anggraeni.

“Ada 20 orang lebih orangtua siswa yang menghubungi saya, yang anaknya tidak lulus di SMP (Sekolah Menengah Pertama, Red.), SMA (Sekolah Menengah Atas, Red.) maupun di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan, Red.). Nah, ini jadi polemik kita semua, ” katanya, saat menghadiri pertemuan dengan orangtua siswa, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutim Mulyono, serta Kepala Cabang Disdikbud Wilayah II Kaltim I Ketut Puriata, di Gedung DPRD Kutim, Rabu 3 Juni 2024 lalu.

Bagi Leni Angriani, pendidikan adalah hak dasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Lantaran hak setiap anak, maka semua pihak, baik eksekutif maupun legislatif, tidak boleh membiarkan anak-anak di Kutim kehilangan kesempatan untuk belajar hanya karena masalah kuota. “Kami akan berjuang untuk memastikan semua anak mendapatkan hak pendidikan mereka,” ulasnya.

Menurutnya, orang tua murid yang mengadu ke DPRD Kutim sudah mengungkapkan kekecewaanya lantaran tidak ada solusi yang mereka dapatkan. “Karena kita tidak bisa memperjuangkan dan saya tidak pernah menyalahkan dinas kita sendiri. Masalah ini merupakan kewenangan Pemprov Kaltim (Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Red.),” jelasnya.

Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutim, Mulyono, mengaku sudah mengadakan evaluasi secara data. Bahkan menggunakan pelbagai rumus yang ada. Tetapi tak juga ada jalan keluarnya. “Kita sudah adakan evaluasi secara data. Pakai rumus apapun PPDB ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah tanpa dibangun sekolah baru,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Cabang Disdikbud Wilayah II Kaltim I Ketut Puriata berharap, ditengah kondisi seperti ini, masyarakat tidak berpandangan negeri sentris saja. Tetapi memanfaatkan juga lembaga pendidikan yang lain.

Disamping itu, soal membangun sekolah baru, dia menyatakan, mesti ada regulasinya. Usulan tersebut bisa saja dari pemerintah daerah. Namun harus ada indikator juga yang mesti dilihat terlebih dahulu. “Kalau itu harus ada regulasinya. Usulan itu bisa saja. Tapi kita harus lihat dulu tempatnya, misalnya SMA 1 Sangatta Utara, itu tidak bisa lagi,” bebernya. (sur/adv)

Back to top button