
NUSASATU, SAMARINDA – Pemuda di Benua Etam diharapkan tak hanya memiliki skill, tetapi juga mendpa pengakuan khusus berupa sertifikat dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Jika memiliki itu, dipastikan mereka mampu bersaing dengan pemuda dari provinsi lain.
“Kalau bicara standar nasional, pasti berkaitan dengan BNSP. Saya pikir pemuda di Jakarta, Bandung, dan sebagainya, standar nasionalnya sama dengan kita. Itulah yang kami kejar,” kata Kepala, Bidang Pengembangan Pemuda, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kalimantan Timur (Kaltim), Mardareta.
Kendati begitu, Mardareta menyatakan, sayangnya kemampuan pemuda di Kaltim masih banyak yang tidak dilirik oleh user. Meskipun pemuda di Kaltim memiliki sertifikat BNSP, kebanyakan user justru lebih memilih menggunakan pemuda dari luar Kaltim. “Contoh kecilnya kalau ada event bertaraf nasional di sini,” ujarnya.
Bagi Mardareta, tingkat kepercayaan user belum ada terhadap pemuda di Kaltim. Makanya, Dispora Kaltim melalui Bidang Pengembangan Pemuda, telah berproses mengupayakan hal tersebut. Sebenarnya, ucap Rusmuliadi, direalisasikannya program Pelatihan Kecakapan Hidup (lifeskill) agar user mampu menangkap peluang yang ada.
“Kami gelar pelatihan lifeskill supaya user mengerti. Yang penting user percaya dulu, itu dasarnya. Apalagi kalau punya sertifikat BNSP. Kalau tidak punya, bagaimana bisa membuktikan kemampuannya?” jelas Mardareta.
Dia mengaku, belum pernah melakukan survei khusus apakah ketidakpercayaan user terhadap pemuda lokal dikarenakan faktor lain seperti harga. “Kalau disebut lebih murah, saya tidak tahu. Kami belum lakukan survei secara khusus soal itu,” paparnya. “Tapi setiap ada kerjaan, tentu ada hasil dan ada nilai. Kalau mau nilai tinggi, hasilnya pekerjaannya juga harus bagus. Kalau sama saja, bagaimana user mau percaya,” timpal Mardareta.
SOAL ATTITUDE
Disamping itu, urai Mardareta, faktor lain yang kemungkinan membuat user tak menaruh kepercayaan terhadap pemuda lokal adalah attitude. Soal ini, dia menegaskan hal itu kembali ke masing-masing pemuda. “Kami tidak bisa intervensi soal itu, karena itu masing-masing dari mereka sendiri,” bebernya,
Kendati demikian, Mardaretayakin, seluruh pemuda di Kaltim telah diajarkan moral dan etika sedari dini. Misalnya, budaya mincium otangan orang yang lebih tua, ataupun mengucapkan permisi saat lewat di depan orangtua. “Attitude memang harus dibangun, tapi sekali lagi, itu kembbali dari diri sendiri,” tukasnya. (fai/adv)