Gedung Parkir 9 Lantai dan Helipad Akan Dibangun di Stadion Gelora Kadrie Oening

NUSASATU, SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) berencana membangun gedung parkir modern setinggi sembilan lantai di kawasan stadion. Proyek ini juga akan dilengkapi dengan helipad di bagian atap guna mendukung mobilitas pejabat tinggi yang melakukan kunjungan ke Samarinda.
Kepala UPTD Pengelola Prasarana Olahraga Dispora Kaltim, Junaidi, menyampaikan bahwa pembangunan gedung parkir ini merupakan bagian dari upaya penetaan dan pengelolaan fasilitas umum agar lebih tertib, aman, dan nyaman bagi masyarakat.
“Kalau tidak dikelola, maka akan muncul preman-preman parkir. Artinya, pungutan-pungutan liar bisa terjadi. Maka, mau tidak mau, parkir ini harus dikelola,” ujar Junaidi.
Junaidi menilai bahwa pengelolaan parkir yang resmi akan mencegah potensi gangguan dari oknum tak bertanggung jawab serta memberikan rasa aman bagi masyarakat. Ia memastikan bahwa tarif parkir nantinya tidak akan membebani masyarakat.
“Yang penting tidak memberatkan masyarakat. Kami juga sudah memikirkan polanya agar ringan dan tetap tertib,” tambahnya.
Gedung parkir yang dirancang setinggi sembilan lantai ini akan dilengkapi fasilitas penunjang, seperti lift, dan serta helipad di bagian atap. Junaidi menjelaskan bahwa keberadaan helipad ini penting, mengingat frekuensi kunjungan pejabat tinggi ke Samarinda cukup tinggi, termasuk menteri atau bahkan presiden. Selama ini, lokasi pendaratan helikopter masih mengandalkan lapangan sepak bola.
“Lapangan bola itu bukan fungsi untuk helipad. Jadi dengan adanya heliped di atas gedung parkir, kita sudah menyediakan solusi yang sesuai standar,” jelasnya
Junaidi menegaskan bahwa pembangunan ini tetap memperhatikan fungsi stadion sebagai sarana pelayanan publik. Ia menekankan bahwa tidak semua layanan bisa diberikan secara gratis, karena perlu ada biaya perawatan dan pembangunan.
“Pemerintah tentu punya fungsi pelayanan. Tapi bukan berarti semuanya harus gratis. Kita juga perlu membangun dan memperbaiki. Kadang masyarakat belum memahami hal itu secara utuh,” ujarnya.
Di sisi lain, ia menyayangkan masih adanya penolakan dari masyarakat ketika pengelolaan mulai dilakukan. Penolakan ini, menurutnya, muncul karena sebelumnya belum pernah ada sistem pengelolaan resmi, sehingga menimbulkan kesalapahaman di tengah Masyarakat.
“Ketika free dibiarkan, justru muncul pungutan liar. Ini yang harus kita tertibkan. Pengelolaan yang resmi adalah untuk melindungi masyarakat dari praktik-praktik seperti itu,” pungkasnya. (adv/bi)